Senin, 07 Juli 2014

Mendaki gunung - Filosofi Kehidupan

Apa sih yang lo cari di gunung?
Naik gunung apa enaknya sih?
Di puncak ada apaan? Yang diliat apa?


Naik gunung kan capek..
Ngapain sih lo naik gunung terus?

Woaa woaa woaa orang-orang menggonggong, gue tetep naik gunung !!

Haha gaya gue laksana sang pendaki gunung level kawakan aje.. Engga engga, gue ga se-hawt, se-wow, se-hebat dan sesering itu kok naik gunungnya, masih amatir..
Jadi gini temen-temen pembaca, gue sempat menemukan filosofi kehidupan ketika naik gunung, tepatnya saat gue lagi mengikuti pendidikan MAPALA Arga Zarka. 

Buat kalian yang pernah naik gunung, mesti tau dong trek yang kita lewati ketika di tengah hutan itu licin dan sulitnya kaya apa. Ditambah lagi saat pendidikan, semua yang gue lakukan dikejar oleh waktu. Ga ada yang namanya jalan santai tawa tiwi, ga ada yang namanya carrier seberat kurleb 10-20kg ditinggal gitu aja, ga ada yang namanya duduk-duduk manis sambil minum sepuasnya. Yang ada jalan dikejar waktu, segala kegiatan mesti disiplin, cepat, sigap dan yang pasti carrier tetep di punggung.

Saat itu gue satu-satunya peserta pendidikan cewek, ketiga temen gue cowok semua. 8 hari gue abis-abisan di gunung, makan seadanya, otak harus tetep berjalan, fisik harus tetep dijaga dan emosi tetep harus dikontrol. Bisa dibilang pendidikan ga ada enak-enaknya acan, cumaa pelajarannya buanyak banget. Yang secara umum gue dapet adalah, apa yang sudah lo pilih harus lo jalanin sesakit apapun perjalanan itu, karena di ujung jalan sana ada kepuasan yang menanti lo dan akan membayar semua sakit yang lo rasa..

Saat pendidikan ada suatu hal yang membekas (bener-bener membekas) di fisik dua jari kanan gue. Saat itu gue lagi solo night trekking dan oleh seorang panitia gue ditaro diurutan terakhir dari keempat peserta. Ketentuannya saat solo night trekking, gue jalan sendiri dan harus bisa balik ke camp peserta. Saat itu gue cuma bersama headlamp di kepala, botol air minum di tangan kiri dan tramontina (golok/parang Brazil) tanpa sarung di tangan kanan. Gue sukses mencari jalan balik ke camp, tapi udah dikit lagi sampe camp panitia gue harus melewati tanah yang agak tinggi dan licin bekas aliran air sungai. Ketika gue mencoba untuk loncat naik, tangan kanan gue yang sedang megang tramontina malah melorot tepat ke bagian tertajam tramontina. Oke well well, it was so much hurted me and simply gue harus ganti perban berkali-kali dan besoknya gue turun ke kota untuk diobatin ke puskesmas.

Terus apa hubungannya dengan kehidupan, Nad?
Oke, sabar yaa bacanya....

Jadi dari kejadian tramontina itu masih ada waktu sekitar 2-3 hari lagi gue di gunung and there were no dispentation after I stayed at committee camp for a night. Besoknya setelah gue dari puskesmas, gue harus kembali lagi ke ketiga temen cowok gue dan mengikuti kegiatan pendidikan seperti biasa dengan tangan dibalut perban dan plastik. Yes, gue udah sesakit itu dan mesti harus tetep angkat carrier, mesti harus tetep ikut kegiatan, mesti tetep harus jalan berkilometer jauhnya dan terjatuh-jatuh. Ini semua bukan paksaan panitia, ini semua adalah pilihan gue. Iya, pilihan gue untuk sakit-sakitan begini.

Pernah suatu waktu saat gue lagi jalan di trek gue jatoh, saat itu udah malem, kita lagi perjalanan menuju camp untuk istirahat, tangan gue sakit banget, temen-temen yang lain udah di depan, tinggal ada satu panitia yang nyemangatin gue tanpa ada bantuan fisik sedikitpun untuk bantu gue bangun. Panitia itu bukan jahat, dia cuma mau gue tetep kembali menjalankan apa yang udah gue pilih. Disaat jatuh itu gue berpikir, apa yang telah gue laluin di gunung ini sama persis dengan kehidupan. Saat gue jatuh itu, gue harus tetep bangun. No matter what was happened with your body and soul, you have to done this way. Kalo gue ga bangun, ga akan ada yang mau nungguin keterlambatan gue itu, semuanya sedang mencapai camp untuk istirahat, semuanya sedang menuju kehidupan yang lebih enak dan layak.

Sama banget kaya kehidupan ini. Pernah kan lo berasa jatuh nyusruk teguling-guling sakit banget trus seakan-akan ga ada yang bantuin lo? Pernah kan lo berasa jauh banget dari kebahagiaan dan sakit banget menjalani suatu masa? Ya iya itu sama banget kalo lagi di gunung. Gue jalan jauuuh banget dari kota, jauuuh banget dari kenyamanan kamar ber-AC, jauuh banget dari kenyamanan dimasakin nyokap. Tapi disaat gue jauh itu, gue harus mencoba untuk tetep berjalan. Berjalan tanpa nyokap dan bokap untuk ngebantu gue bangun, berjalan dengan beban carrier sekian puluh kilogram tanpa meinggalkannya sedikit pun. Kalo gue jatuh, gue sendiri yang harus memaksa diri gue untuk bangun. Kalo enggak, yaudah gue tertinggal sendirian, mungkin akan mati di tempat kehabisan logistik. Tapi...begitu gue sudah menjalankan itu semua, gue dapet balasannya, gue dapet gantinya boii..

Disana, dipuncak gunung sana, Yang Maha Kuasa udah menyiapkan yang indah indah bagi mereka semua yang mau menjalani lelahnya pendakian gunung. Begitu juga dengan kehidupan, Yang Maha Pemberi udah menyiapkan kejutan setelah lo jatuh bersakit-sakit dan berusaha untuk bangkit dari keterpurukan lo. Percaya deh, seterpuruk apapun lo saat ini, sebanyak apapun orang yang menyakiti dan meninggalkan lo, bangkitlah !  Apapun caranya. Gue yakin, Allah SWT udah menyiapkan yang indah-indah buat lo semua yang mau usaha..

Bangun tidur ngeliat yang kaya gini. Gimana coba rasanya? :))
Yang bikin semangat mendaki :)
Bayaran kecil setelah "hampir mati" mendaki Semeru : Negeri di atas awan ^^



































That's why I did anything to earn some money and do my trip again and again

Tidak ada komentar:

Posting Komentar